Keagungan Buddha Memancarkan Cahaya Yang Begitu Indah

Marilah Kita Semua Melakukan Yang Terbaik.

Sucikan Hati Dan Pikiran

Jauhkan Segala Dosa.

Jalan Menuju Kesempurnaan Penuh Cobaan

Kuatkan Hati Dan Iman Kita.

Belajar Seperti Buddha Maitreya

Mampu Menampung Segalanya, dan selalu tersenyum.

Hati Welas Asih

Membantu Sesama dengan hati yang tulus dan penuh cinta kasih.

Lau Se:"Ta Ci Kung"

Kita Siau Ci Kung. "Penyelamatan 3 alam"

SEMUA MENJADI SATU KELUARGA

Bersatu hati dan bergandeng tangan mengembangkan Wadah ke Tuhanan

Rabu, 25 Juli 2012


Nurani Seorang Penjual Ayam


Nurani Penjual Ayam
Nurani Penjual Ayam
Pada suatu ketika, hiduplah seorang penjual ayam yang bertempat tinggal di propinsi PeiCing, Tiongkok. Ia menyadari pekerjaan yang di tekuninya akan membangun sebuahkarma buruk bagi dirinya. Kepada istri dan anak – anaknya, ia tidak mengizinkan mereka membantunya dalam menjalankan usaha yang di tekuninya.
Setiap hari puluhan bahkan ratusan ekor ayam di bunuhnya untuk memenuhi pesanan para pelanggannya. Setiap sayatan pisau yang di lakukannya ke leher ayam, suara hatinya selalu berkata,
“Maafkan saya saudaraku. Semoga anda bertumimbal lahir ke alam yang lebih baik. Amitofo”
Demikianlah yang di ucapkannya setiap ia menyembelih ayam. Kita sebut saja nama penjual ayam ini Wang Hui.
Sebenarnya sudah lama Wang Hui mencari pekerjaan lain, tetapi apa mau di kata, ia tak berhasil mengganti profesi pekerjaannya sebagai seorang penjual ayam. Ia di hadapkan pada posisi yang serba salah. Pilihannya adalah ‘membunuh ayam – ayam atau biaya untuk menghidupi keluarganya tidak ada.’
Suatu pagi, seorang pembeli ayam menegur Wang Hui yang sedang menyembelih puluhan ekor ayam untuk memenuhi pesanan para pelanggannya.
Pembeli : Saudaraku, tidakkah engkau merasa kasihan kepada ayam – ayam ini?
Wang Hui : Rasa kasihan terhadap nasib – nasib mereka pasti ada, Tuan. Tetapi apa boleh buat, saya sangat terpaksa harus melakukan dosa ini.
Pembeli : Tidakkah anda berusaha mencari pekerjaan lain?
Wang Hui : Hingga saat saya masih selalu berusaha dan berharap dapat menemukan pekerjaan lain. Pernah saya menghentikan pekerjaan ini, namun melihat kondisi keluarga saya, saya tak dapat melepaskan tanggung jawab saya sebagai seorang kepala keluarga yang menelantarkan biaya hidup keluarganya.
Tidak seorangpun yang akan memberikan jalan saat kami hidup dalam kesusahan. Yang dapat kulakukan semoga mereka ( ayam ) yang kubunuh dapat segera bereinkarnasi ke alam yang lebih baik.
Pembeli : Itukan hanya anggapan kamu. Apakah anda tidak berpikir bagaimana bila anda di bunuh dengan leher anda di gorok dengan pisau tajam?
Wang Hui : Adatuan. Bahkan saya dapat membayangkan sakit yang di alami jika leherku di gorok.
Pembeli : Jadi kenapa anda begitu kejam masih melakukannya? Tidakkah anda takut menghadapai neraka kelak?
Wang Hui : Setiap manusia pasti takut akan neraka. Tetapi mengapa mereka harus terlahir menjadi ayam, tuan? Kemungkinan akibat karena perbuatan di kehidupan yang lalu, kini mereka terlahir sebagai hewan untuk mengalami nasib seperti ini.
Bila saja mereka banyak melakukan kebaikan di kehidupan masa lalu, mereka tak akan terlahir sebagai hewan dan menjalani karma seperti ini. Menurut saya, semua ini telah merupakan takdir dalam siklus kehidupan. Dapatkah tuan bayangkan jika ayak semakin banyak di dunia ini? Bahkan populasinya memenuhi setiap jengkal tanah?

Pembeli : (Kebingungan sendiri). “Benar juga alasanmu, saudaraku. Tetapi anda tetap bersalah. Sebaiknya anda bertani menanam sayuran saja.
Wang Hui : Kalau menurut saya, menanam sayuran juga berdosa, Tuan. Pernahkan Tuan pikirkan berapa banyak hama yang harus kita bunuh setiap saat penyemprotan racun serangga ke sayur – sayuran yang kita tanam? Dapatkah Tuan bayangkan bagaimana bila Tuan di semprot dengan gas beracun dan mati?
Pembeli : Betul juga ya. Namun anda tetap saja bersalah, saudaraku!
Wang Hui : Telah kukatakan dari tadi, saya menyadari kesalahan ku. Dan telah kujelaskan saya sangat terpaksa melakukan pekerjaan ini. 
Jika detik ini ada yang menawarkan sebuah pekerjaan yang lebih baik kepada saya, saya akan segera meninggalkan pekerjaan ini. Ataukah anda memiliki pekerjaan lain untukku, Tuan?
Pembeli : Untuk sementara saya tidak ada pekerjaan untukmu. Benar juga, saya sendiri sangat suka makan ayam. Memang kadang kalau hanya berbicara, semuanya kelihatan sangat mudah, saudaraku. Maafkan atas kelancangan ku tadinya.
Wang Hui : Tidak apa – apa, Tuan. Hampir setiap hari ada yang menegur saya atas pekerjaan yang saya lakukan. Semoga mereka dapat memaklumi keterpaksaan saya melakukan pekerjaan ini. Saya yakin pada umumnya setiap penjual ayam menyadari pekerjaan mereka akan membentuk karma buruk.
Namun mereka pun tak ada pilihan lain dan terpaksa melakukannya demi biaya hidup keluarganya. Jadi setiap ada kesempatan berbuat baik, saya tak akan pernah melewatinya. Hitung – hitung untuk menebus sedikit dosa yang telah banyak saya lakukan. Nurani mereka pasti sering bertanya, mengapa takdir harus menjadikan mereka sebagai seorang penjual atapun seorang pejagal ayam? Mengapa tidak ada yang memberikan pekerjaan yang lebih baik?

Sahabat se Dharma, demikianlah nurani / suara hati seorang penjual ayam yang bernama Wang Hui. Ia menyadari kesalahan yang di lakukannya. Ia dapat merasakan sakit yang di alami ayam – ayam yang di sembelihnya. Namun ketika ia berteriak memohon pertolongan dalam kesusahan, tidak seorangpun yang memperdulikan nasibnya.
Salahkah pekerjaan yang di tekuni Wang Hui? Adakah jalan keluar yang lebih baik untuknya? Mengingat ia telah lama berusaha mengganti profesinya tetapi belum menemukannya. Sedangkan perut manusia tidak mungkin di isi dengan batu dan pasir bukan? Namun kita semua menyadari dengan pasti, bahwa setiap pembunuhan pasti berdosa. Apalagi di sertai adanyaTanha ( Niat / Kehendak ) untuk melakukannya.
Sumber : Moralitas Yong